MODEL PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETANI MENJADI KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PADA KOMUNITAS USAHATANI SAYURAN di KECAMATAN SINDANGKASIH CIAMIS
Abstract
Kondisi kelembagaan petani di Indonesia perlu dibenahi (Momon, 2017).
Kondisi ini menyangkut kelembagaan petani yang ada seperti kelompoktani dan
gabungan kelompoktani (Gapoktan) yang belum mengarah kepada kelembagaan
ekonomi petani (KEP). Kelembagaan yang ada sekarang masih berpaku pada
produksi dan tidak terlalu fokusk pada kegiatan pasca produksinya. Hal ini belum
sejalan dengan salah satu keinginan pemerintah yang menginginkan usaha petani
yang berskala ekonomi, berorientasi pasar dan berbasis kawasan korporasi.
Namun untuk menginisiasi kelembagaan petani menjadi kelembagaan ekonomi
petani, terdapat beberapa masalah yang dihadapi diantaranya kompetensi sumber
daya manusia, dan infrastruktur teknologi yang rendah, akses pembiayaan,
kualitas pengelolaan usaha tani, produksi belum memenuhi skala ekonomi serta
pengetahuan manajemen operasional bisnisnya belum dikelola secara profesional.
Kegiatan Tugas Akhir (TA) ini dilaksanakan pada tanggal 22 April 2019
sampai 26 Juli 2019, bertempat di Kecamatan Sindangkasih Kabupaten Ciamis
Provinsi Jawa Barat. Populasi dalam pengkajian ini adalah kelompoktani yang
diambil dari 3 gapoktan dari setiap desa yang berbeda, kemudian diambil 3
kelompoktani setiap desa. Desa tersebut yaitu Desa Gunungcupu, Wanasigra dan
Budiharja. Pemilihan desa didasarkan pada potensi hortikultura yang paling besar
diantara desa yang ada (purposive sampling). Adapun kriteria dari sampel yaitu
kelompoktani yang anggotanya menanam komoditas sayuran. Kemudian
digunakan rumus slovin untuk menentukan jumlah sampel dan didapatkan 90
responden yag dipilih secara acak.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa di
Kecamatan Sindangkasih, kelompoktani yang sudah terbentuk sudah tergabung
menjadi anggota gabungan kelompoktani (gapoktan). Hampir disetiap desa
terdapat satu gapoktan. Rata-rata kelompoktani yang ada termasuk kedalam kelas
lanjut. Namun gapoktan yang sudah terbentuk belum berjalan secara efektif dan
masih terfokus pada kegiatan masing-masing kelompoktani. Faktor kelompoktani
(X1) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengembangan
kelembagaan petani menjadi kelembagaan ekonomi petani dengan koefisien
pengaruh sebesar0,438. Sedangkan gapoktan (X2) memberikan pengaruh yang
tidak signifikan dengan koefisien pengaruh sebesar 0,029. Dalam penyusunan
model pengembangan kelembagaan petani menjadi kelembagaan ekonomi petani,
dapat dimulai dengan mempertahankan fungsi kelompoktani, kemudian
meningkatkan kelas kelompok dan keanggotaan pada variabel kelompoktani (X1).
Kemudian untuk variabel gapoktan (X2) dimulai dengan mempertahankan aspek
unit usaha pengolahan hasil (X2.3), lalu dilanjutkan dengan meningkatkan aspek
lainya dalam variabel gapoktan